My Coldest CEO

22| Misunderstanding



22| Misunderstanding

0"Jadi?"     

Leo mengarahkan pandangannya ke Felia yang menanyakan sesuatu tapi hanya dengan satu kata yang memiliki banyak perwakilan, ia menaikkan sebelah alisnya merasa bingung karena tidak tahu kejelasan dari apa yang ditanyakan wanita tersebut.     

"Jadi apa? kalau ingin mengajak ngobrol, sebaiknya susun dulu kalimatnya." ucapnya sambil menyunggingkan sebuah senyuman. Kedua manik matanya kembali menatap jalan raya di depan sana, tidak ingin hanya karena mengobrol membuat mereka kenapa-kenapa di dalam perjalanan.     

Felia menghembuskan napasnya, ternyata semakin aneh jika berdua di dalam sebuah mobil mewah apalagi bersama dengan laki-laki tampan yang bernotabene mantan kekasih dari satu-satunya wanita yang ia sayang dan tentu saja sangat berharga bagi dirinya, siapa lagi kalau bukan Azrell?     

"Jadi, kenapa Tuan tanpa alasan masuk ke dalam perumahan ku kalau bukan untuk bertemu siapa-siapa selain aku?" tanyanya dengan kalimat yang lebih jelas daripada sebelumnya. Masih terngiang-ngiang begitu jelas berbagai macam pertanyaan untuk alasan konyol Leo.     

Sedangkan laki-laki itu? Ia lagi-lagi menaikkan kedua bahunya, seperti enggan membahas itu. "Menurut mu, apa alasan saya ke sana?" tanyanya sambil melirik sekilas ke arah Felia yang menampilkan wajah lucu seperti was-was dengan dirinya. Hei, padahal wajah terlampau tampan ini tidak menunjukkan sifat-sifat mesum yang berbau ke arah dewasa. Ya itu juga kalau Felia berpikiran seperti itu pada dirinya...     

Felia sedikit mengangkat bahunya dengan senyuman yang di tekuk. "Tidak ingin terlalu percaya diri, tapi di sana yang mungkin kau kenal hanya aku seorang." ucapnya.     

Leo yang mendengar hal itu pun terkekeh kecil, sok tahu sekali wanita yang satu ini. Selain suka mengatakan banyak hal yang tidak dipertanyakan, wanita ini juga suka sekali menebak-nebak hal yang memang sedikit berkebalikan. "Dengar baik-baik. Alasan pertama itu benar kalau saya ke sana untuk diri mu, tapi saya kenal juga orang lain yang tinggal di sana." ucapnya menjelaskan hal yang mungkin saja tidak di ketahui Felia.     

"Siapa? kolega besar, iya kan? Sepertinya itu benar karena di sana memang perumahan orang elite saja."     

"Iya kah? bagaimana dengan mu?"     

Sebelum mengatakan inti yang ingin di pertanyakan Leo untuk Felia, sebaiknya ia menyiapkan topik dasar sebagai pemanasan.     

"Maksud mu?"     

"Bagaimana dengan mu yang berada di perumahan itu? Apa kamu ada kekasih yang tinggal di sana dan kamu memutuskan untuk menetap bersama, atau bagaimana?"     

"Hei! Aku sama sekali tidak memiliki kekasih, untuk berdekatan dengan seseorang yang ku tanamkan perasaan saja tidak pernah."     

Leo terkejut saat mengetahui pengakuan Felia yang memang terpancing akibat ulahnya. Ia tidak menyangka jika wanita dengan kecantikan natural seperti ini tidak memiliki kekasih atau biasa di sebut sang pujaan hati. "Benarkah?" tanyanya.     

"Tentu saja, makanya aku menolak diri mu untuk yang kedua kalinya. Tapi ternyata kamu sangat keras kepala dan memaksaku untuk masuk ke dalam hidup mu,"     

"Iya, karena hanya kamu yang berani menolak saya disaat para wanita di luar sana pada menggilai saya."     

"Jangan kepedean lain kali, Tuan. Tidak semua wanita menyukai kekayaan dan wajah tampan yang di miliki oleh dirimu. Karena kesempurnaan yang kamu miliki sebenarnya memiliki celah kekurangan,"     

Leo salut dengan wanita banyak bicara seperti Felia. "Iya, saya memang kekurangan seperti yang kamu maksud. Dalam artian kekurangan seorang wanita yang seharusnya ada menemani dan mendampingi kehidupan saya," ucapnya dengan senyuman hangat.     

"Iya, sudah punya kekasih tapi tidak di beri kabar. Tidak punya hati, uang doang yang banyak tapi tidak mengerti perasaan wanita."     

Bertepatan dengan lampu merah pertanda pergantian jalan dengan arah laju lain, Leo menghentikan mobilnya tepat di garis yang sudah di tentukan. Menolehkan kepalanya ke arah Felia dengan memasang raut wajah yang seperti kesal dengan dirinya.     

"Azrella Farisha Wallie, benar?"     

Felia menganggukkan kepalanya, ia merasa kini sudah tidak ada yang perlu di sembunyikan lagi untuk sekedar berbasa-basi saja. "Iya, dia wanita cantik terpandang yang kamu sia-siakan. Kenapa bisa ada laki-laki seperti diri mu yang pelit sekali memberikan kabar untuk sang kekasih?" tanyanya, berusaha tenang walaupun kini rasanya ingin mencubit seluruh lengan Leo dengan gemas.     

Leo hanya terkekeh, lalu mendekatkan wajahnya pada wajah Felia. Jarangnya sangat dekat, membuat ia dapat merasakan deru napas hangat dari hidung mancung namun mungil itu. "Ingat, tahu cerita dari satu sudut pandang dan langsung menyimpulkan titik permasalahan di saat itu juga adalah hal yang salah." gumamnya dengan nada rendah, dan tampa permisi sedikit pun...     

Cup     

Bibir sexy miliknya mendarat di bibir tipis milih Felia yang tentu saja tanpa polesan apapun kecuali lip balm. Ia belum juga mengalihkan wajahnya dari wanita tersebut yang kedua pipinya mulai merona.     

"A-aku--" bahkan kini Felia terbata-bata mengucapkan kalimatnya. Sungguh, ia memang paling tidak bisa berkutik kalau di perlakukan sebaliknya dari apa yang menjadi kebiasaan. Kini, bibirnya sudah ternoda oleh laki-laki pertama yang memasang wajah tanpa dosa itu.     

"Apa?" tanya Leo yang menarik smirk. Ia merasa jika ada suatu hal yang memang spesial dari Felia, karena sebelumnya ia tidak pernah lebih dulu agresif duluan pada seorang wanita. Terlebih lagi wanita yang sama sekali tidak tertarik dan mengejarnya.     

"Aku memang tidak tahu, tapi kamu kejam sekali, Tuan Leo." ucap Felia yang mendorong wajah Leo seakan-akan wajah itu sesuatu yang berhasil membuat titik fokusnya berhamburan.     

Tin     

Tin     

Suara klakson mobil dari belakang membuat Leo langsung saja kembali pada posisi duduk tegaknya untuk melajukan mobilnya, menuju tempat yang sekiranya beberapa menit lagi sampai. "Ingin saya ceritakan, atau kau tetap mempertahankan opini mu yang mengambil kesimpulan dari Azrell saja?" ucapnya yang memberikan sebuah penawaran.     

Felia tampak menimang-nimang, lagi-lagi dalam pilihan yang sulit. "Tidak, tidak perlu. Aku masih ingin berbelanja, dan mungkin saja memakan waktu lama untuk laki-laki sibuk seperti diri mu."     

"Ya saya kebetulan sedang ambil cuti sepulang dari Mexico, so I have time for you." ucap Leo yang mengatakan jika dirinya memang memiliki banyak waktu untuk sekedar mengelilingi supermarket dengan seorang wanita yang baru dua kali bertemu.     

Felia menghembuskan napasnya, ia mengingat suatu hal. "Dan ku yakin jika diri mu juga butuh penjelasan dengan kedatangan ku ke mansion besar mu, iya kan? Pasti Bara memberitahukan diri mu tentang kedatangan ku yang membuat mereka menyangka kalau aku ini kekasih mu."     

Leo menganggukkan kepalanya, ia juga membutuhkan penjelasan itu karena Bara memberikan informasi menurut garis besar saja. "Tentu saja, jangan-jangan kamu penyeludup." ucapnya yang menyelipkan kekehan ringan pertanda kalau dia mengatakan hal yang mengarah ke lelucon.     

"Hei, enak saja! Silahkan cek kalau barang-barang mu tidak ada yang hilang, huh." balas Felia dengan mendelik sebal sambil bersedekap dada seolah-olah tidak setuju dengan apa yang diucapkan oleh Leo. Huh dadanya saja hampir berdetak cepat pada saat itu, untung saja dirinya masuk zona aman jadi tidak merasa cemas berkepanjangan.     

"Iya, saya bercanda. Jadi, saya akan menemani diri mu berbelanja, itu hal yang mudah."     

"Dan kamu pasti akan bosan, sudah dapat di tebak dari sekarang."     

"Kalau tidak, bagaimana? Kau ingin memberikan saya apa? Kecupan seperti tadi? oke saya sangat terima dengan lapang dada."     

"Eh? Bahkan aku tidak setuju dengan apa yang menjadi poin menguntungkan bagi mu itu, dasar menyebalkan."     

"Seharusnya saya yang kesal karena dituduh laki-laki tidak benar karena jarang memberikan kabar, dan sekarang di bilang menyebalkan."     

Leo menggelengkan kepalanya, lalu menghentikannya mobilnya tepat di deretan mobil lain yang berada di parkiran depan supermarket. "Sudah sampai," ucapnya dengan singkat. Ia mengambil tas selempang kulit laki-laki miliknya, berisi dompet dan juga ponsel berlogo terkenal. Menyabut kunci mobil, lalu menutup pintunya.     

Felia melepas seat belt, baru saja tangannya ingin membuka gagang pintu mobil, tiba-tiba saja pintu tersebut sudah terbuka. "Eh?" gumamnya karena terkejut saat melihat Leo yang sudah berada di hadapannya.     

Manis sih memang, tapi... Ah bahkan pengecualian apapun tidak berlaku bagi Leo saking sempurnanya.     

Leo menatap Felia dengan pakaian yang super duper menggemaskan. Hoodie kebesaran sudah berada melekat di tubuh mungil itu, belum lagi hotpants yang tenggelam karena hoodie kebesaran. Ah iya, wanita tersebut malah memakai sandal jepit biasa dengan hiasan satu bunga plastik.     

Menutup kembali pintunya setelah Felia sudah berada di sampingnya. "Ingin beli apa?" tanyanya yang memang belum tahu tujuan apa yang akan mereka lakukan di supermarket ini.     

"Beli camilan dan berbelanja bahan mingguan, memangnya kenapa?"     

"Ya hanya bertanya saja, nanti sekalian saya juga ingin membeli sesuatu, mungkin?"     

"Laki-laki macam apa yang dengan senang hati menemani seorang wanita ke supermarket? biasanya rasa bosan sebelum merasakannya sudah hadir."     

Leo terkekeh lalu meraih pinggang Felia, membuat tubuh wanita itu seketika langsung menegang. "Laki-laki yang tengah bersebelahan dengan mu ini bernama Leonardo Luis, tidak ada yang bisa menyamai." ucapnya sambil memberikan kedipan saat Felia menaikkan pandangannya.     

Wanita dengan tinggi badan yang rendah daripada laki-laki adalah hal yang sangat menggemaskan bagi Leo karena sudah dapat di pastikan pelukable.     

Mengerjapkan kedua bola matanya, Felia akhirnya tersadar kalau dirinya harus segera kembali pada dunia nyata dan meneruskan kegiatannya. "Kalau begitu, lepaskan tangan mu dari pinggang ku. Bagaimana kalau nanti banyak pasang mata yang melihat dan mulai menggosipkan kita?" ucapnya.     

"Biarkan saja, media sosial memang tempat untuk menyebarkan informasi dan menjadikan bahan gosip bagi orang-orang yang memiliki rasa iri."     

"Mungkin kalau orang yang di gosipin memiliki hubungan yang jelas, hal itu tidaklah masalah. Tapi, kita saja bertemu baru dua hari. Hitungan kedua berada pada hari ini,"     

Leo menaikkan sebelah alisnya. Bukan kah untuk mendekati seorang wanita itu tidak perlu memakan waktu banyak, ya? Nanti bisa-bisa di ambil laki-laki lain. "Lalu, apa maksudmu? kamu ingin meminta kejelasan hubungan pada saya, begitu?" tanyanya.     

"Bukan, Tuan. Lupakan saja, kamu terlalu menyebalkan untuk di ajak berbicara mengenai hal yang seharusnya di bahas dengan kepala terbuka."     

"Yang terpenting, saya sudah membuktikan dari detik ini kalau saya bukanlah laki-laki yang mengabaikan wanita saat menghabiskan waktu berdua. Dan pembuktian selanjutnya, nanti saya jelaskan."     

...     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.